DPR Bahas Asumsi Makro RAPBN 2015
Dewan Perwakilan Rakyat dan Pemerintah intens membahas Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2015. Terkait dengan asumsi makro RAPBN 2015, dibahas Komisi XI DPR bersama Menteri Keuangan, Menteri PPN/Kepala Bappenas, Gubernur Bank Indonesia, dan Kepala Badan Pusat Statistik.
Rapat kerja menghasilkan kesimpulan angka pertumbuhan ekonomi 5,8 persen, inflasi 4,4 persen + 1, dan Surat Perbendaharaan Negara 3 bulan dipatok sebesar 6,0 persen.
“Untuk nilai tukar rupiah ditetapkan sebesar Rp 11.600 – Rp 11.900. DPR mengusulkan di angka Rp 11.600, sementara pemerintah tetap bertahan di angka Rp 11.900,” kata Ketua Komisi XI Olly Dondokambey, saat membacakan kesimpulan rapat di Gedung Nusantara I, Rabu (3/09).
Mengamati kesepakatan ini, Anggota Komisi XI Arif Budimanta menilai, jika kurs rupiah dipatok di angka Rp 11.900, berarti Indonesia tidak memiliki independensi soal nilai tukar. Untuk itu, DPR meminta kurs ditetapkan di angka Rp 11.600.
“DPR menginginkan Rp 11.600, karena kalau dipatok tinggi Rp 11.900, maka kurs pun akan mengejar ke angka atas, bukan ke bawah. Itu menunjukkan bahwa kita tidak memiliki independensi dalam nilai tukar rupiah,” jelas Arif.
Arif mengakui, kurs rupiah memang dipengaruhi volatilitas perkembangan dinamika ekonomi global. Namun hal itu bukan satu-satunya reference, karena juga ada persoalan bauran kebijakan fiskal dan moneter, untuk menahan ekonomi global dan faktor dari nasional.
“Jadi menurut saya, tiga bauran antara kebijakan nasional, kebijakan fiskal dan monter, serta pengaruh nasional, nilai tukar rupiah kita akan mengarah ke angka yang optimis di angka Rp 11.600. Apalagi, pertumbuhan ekonomi dunia yang mengarah ke arah lebih baik,” tambah Politisi PDI Perjuangan ini.
Sementara itu, Menkeu Chatib Basri mengatakan, ketika ada penguatan nilai tukar Rupiah Rp 100 poin, akan membuat defisit dalam budget turun sebesar Rp2,6 triliun.
“Kalau asumsinya diubah menjadi Rp 11.600 tapi hasilnya Rp 11.900, pemerintahan baru harus nanggung beban defisitnya tiga kali lipat, sekitar Rp 2,6 triliun,” jelas Chatib. (sf)/foto:iwan armanias/parle/iw.